Al-Qur'an, Nurturing Believers

Anak dan Al-Qur’an

Sumber: Unsplash

Al-Qur’an adalah salah satu kurikulum yang ingin saya terapkan di rumah kepada seluruh anggota keluarga termasuk saya sendiri, karena al-Qur’an adalah pedoman hidup bagi seluruh umat Muslim. Dalam mempelajari al-Qur’an, tidak terbatas hanya untuk menghafal saja, melainkan juga memperbaiki bacaan, mempelajari ilmu yang terkait dengan bacaan, mengkaji isi, menghafal, dan tak lupa juga mengamalkannya.

Berangkat dari titik inilah saya coba mencari ilmu teknik mengenalkan al-Qur’an pada anak. Saya berpikir, kok rasanya kurang ya jika hanya memakai murattal yang dipasang siang dan malam. Rasanya seperti… sayang banget kalau anak hafal sendiri tanpa ada usaha dari saya, padahal ini adalah peluang mendapatkan amal jariyah yang tidak terputus.

Setelah sekian banyak metode yang pernah diikuti, ternyata yang paling istiqamah biidznillaah adalah dengan talaqqi. Metode talaqqi dilakukan dengan membacakan ayat al-Qur’an secara berulang-ulang kepada anak, lalu anak mengikuti ayat tersebut dan menyetorkan kepada pembimbing. Dalam prakteknya saya melakukan talaqqi kepada anak satu hari hanya satu ayat sebanyak 40 kali.

Hah, serius 40 kali?

Awalnya saya juga ragu, apa saya bisa membaca satu ayat yang sama berulang-ulang sampai 40 kali kepada anak. Tapi setelah dijalani, ternyata nggak sesulit yang dibayangkan, kok. Modal utamanya adalah sabar.

Saya nggak memaksa anak untuk duduk diam dan tenang menyimak saya yang membaca ayat. Yang saya lakukan adalah memilih waktu, kira-kira kapan anak bisa efektif menyimak meskipun hanya beberapa kali saja. Setelah observasi, waktu paling efektif bagi saya dan anak yaitu saat makan bersama, menjelang tidur siang, dan saat di perjalanan.

Terus kalau nggak hafal ayatnya gimana?

Ini juga jadi alasan saya memilih metode ini. Saya orangnya harus “dipaksa” dulu untuk melakukan sesuatu. Maka dengan talaqqi ke anak, otomatis saya usaha untuk ikut menghafal dan mengulang-ulang ayat al-Qur’an. Selain itu, saya merasa punya kewajiban menghafal al-Qur’an juga seperti anak saya. Saya memang ingin mendapatkan mahkota cahaya di akhirat karena anak hafidz/hafidzah, namun saya juga ingin memberikannya kepada orang tua saya. Saya merasa ini salah satu jalan berbakti kepada kedua orang tua.

Kapan mulainya?

Tergantung dari kesiapan anak dan ibu. Saya sendiri baru merasa siap saat A1 berumur 2,5 tahun. Saat itu saya menilai A1 sudah mampu menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Saya sudah bisa paham apa yang A1 katakan. Keluarga kami sepakat untuk memakai bahasa Indonesia saja dalam keseharian. Kami juga lebih percaya diri saat berusaha menanamkan nilai-nilai agama pada anak. Karena tentu saja kami hanya bisa melakukannya dengan menggunakan bahasa ibu. Selain itu, saat A1 sedang suka-sukanya menirukan ucapan saya dan sensitif pada suara. Jadi bismillaah saya ikhtiarkan untuk memulai, tanpa ekspektasi berlebih harus hafal, yang penting kenal dulu.

Saya mulai talaqqi ini dengan membacakan Surat al-Fatihah lalu lanjut ke Surat an-Nas ke atas dan seterusnya. Di metode ini ada dua jenis talaqqi, yaitu talaqqi umum dan khusus. Talaqqi umum yaitu membacakan satu ayat dalam satu hari, dibaca sebanyak 40 kali. Saat membacakan ayat ini, diusahakan dengan tempo yang pelan dan dengan makhraj dan tajwid yang benar. Setelah itu lanjut ke talaqqi khusus, yaitu memotong beberapa suku kata pada sukun, tasydid, dan mad untuk memudahkan anak menirukan apa yang diucapkan ibu.

Contohnya seperti ini:

Bis – mil – laa – hir – rah – maa – nir – rahiim

Al – ham – dulil – laa – hirab – bil – ‘aa – lamiin

Ar – rah – maa – nir – rahiim

Dan seterusnya.

Lho, kok nggak dipotong per kata sesuai arti?

Iya, karena untuk menghindari kesalahan pembacaan pada anak. Khawatirnya nanti lebih sulit memperbaiki hafalannya. Misalnya seperti pada Surat an-Nas, jika dipotong per kata menjadi,

Qula’uudzubirabbinnaas

Ada potensi anak bisa memanjangkan dzu pada a’uudzu sehingga malah jatuh ke lahn jaliy (kesalahan fatal) karena menambah huruf pada al-Qur’an. Semoga terbayang ya, hehe.

A1 bertahan talaqqi khusus sekitar 3 minggu saja. Sisanya benar-benar menolak. Baiklah, karena memang tujuannya bukan cepat-cepatan hafal tapi hanya mengenalkan dan membiasakan, saya nggak ambil pusing. Saya lanjutkan saja talaqqi umumnya lalu kalau mood A1 sedang baik, saya ajak murajaah apa yang sudah di-talaqqi. Ternyata alhamdulillaah saya lebih tenang dan A1 juga lebih enjoy karena merasa nggak terbebani. Dibandingkan dengan mengikuti talaqqi khusus, A1 lebih suka baca duluan lalu saya disuruh mengikutinya. Jadi seakan dia jadi guru yang mengajari saya membaca ayat per ayat. Saya mengulangi ucapannya yang masih cadel sambil membaca ayatnya dengan benar agar A1 tahu gimana ayat seharusnya. Wajar sekali kok kalau umur 2,5 tahun ada beberapa artikulasi masih belum sempurna.

Yang perlu saya ingat di sini adalah bukan cepat-cepatan hafal, tapi proses interaksi antara saya dan anak yang hangat, agar anak tidak merasa terpaksa untuk belajar. Anak merasa bermain dengan gembira bersama ibunya dan koneksi ibu anak juga semakin baik. Selain itu saya belajar bersama anak untuk konsisten pada satu pekerjaan. Sedikit demi sedikit lama-lama jadi bukit. Jangan lupa, sebaiknya sebelum mengajak mengenalkan hafalan ini, mulai dijaga fitrah keimanannya dengan melakukan dialog tauhid, jadi anak sudah mulai cinta pada RabbNya sebelum diajarkan al-Qur’an.

Oh iya, saya melakukan talaqqi ini dari Senin-Jumat, untuk hari Sabtu-Ahad biasanya libur atau diisi dengan murajaah bersama. Atau kalau semangat, saya talaqqi umum juga tapi biasanya sih libur ya, hehe. Setelah talaqqi umum 40 kali ini, saya ajak A1 untuk centang atau memberi tanda pada tracker yang saya buat, jadi A1 lebih termotivasi untuk konsisten mendengarkan saya talaqqi. Untuk tracker bisa di-download di sini.

Semoga segala upaya kita dalam membersamai dan mendidik anak menjadi amalan jariyah yang tidak terputus dan menjadi penyelamat kita di akhirat nanti. Aamiin, yaa rabbal’alamiin.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *