Writing

Gadis Kecil

Sumber: Unsplash

Siang yang terik membuatku memutuskan berteduh di pohon rindang di pojok sana. Untung saja kursi panjang di bawahnya masih kosong. Suasana taman yang cukup lengang sepertinya dapat menjernihkan pikiranku.

“Papaaa! Tunggu!”

Aku langsung menoleh kepada sang pemilik suara. Seorang gadis kecil berkepang dua dengan rok merah. Ia tersenyum sangat manis dengan mata segaris. Saat tertawa terlihat pipi kemerahannya bergerak naik turun memantul seperti bola. Menggemaskan sekali.

“Papaaa! Lihat ini, bolanya aku lempar ya! Ayo tangkap, Papa!”

Aku tertawa melihatnya, sungguh gadis kecil yang menyenangkan. Tidak habis-habis aku mengagumi keceriaan dan energi penuhnya. Seakan aku ingin menyusulnya untuk bermain bersama.

“Yah? Ayah di sini?”

Tiba-tiba ada tangan menepuk lembut pundakku dari belakang. Pemilik tangan itu adalah seorang wanita berkacamata dengan senyum teduhnya. Dia istriku yang sudah menemani lima tahun perjalanan ini.

“Aku tadi cari Ayah kemana-mana, lho. Itu Lala cariin Ayah mau ditemani terapi. Yuk, Yah, nanti keburu antrian kita!”

Aku mengangguk dan mulai beranjak pergi. Sekali lagi aku memandang gadis berkepang dua itu. Ia sudah main tangkap bola dengan Papanya. Aku membayangkan, bagaimana rasanya menjadi Papa dari gadis ceria tadi yang bisa bermain dengan riang. Pasti sangat menyenangkan. Pasti sangat mendebarkan. Dan pasti hidupku terasa lebih berwarna.

“Ayo, Yah! Lala sudah menunggu.”

Aku mengalihkan pandangan ke istriku dan gadis di sebelahnya. Lala, anakku, yang sedang duduk di kursi rodanya. Aku tersenyum kepada gadis sabar itu yang rela terapi ke sana ke mari agar dapat mandiri. Ia membalas senyumku dengan dua lesung pipinya. Hatiku hangat.

Aku tidak putus asa, dalam doaku ia akan ceria seperti gadis itu. Aku sungguh sangat berharap kepada Allah dan aku yakin harapanku tidak sia-sia.

© Amatullah | 12 Maret 2023

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *