Writing

Sebuah Keputusan

Sumber: Unsplash

“Jadi gimana, Mas?”

Sekali lagi aku mendengar pertanyaannya. Aku tidak tahu. Sungguh aku tak tahu.

Seharusnya malam ini kami sudah siap-siap. Besok, kami akan pergi menuju kota yang selama ini diidamkan istriku. Ia sudah lama menanti kesempatan ini sejak aku meminangnya dari ayahnya. Aku berjanji kepadanya untuk ke sana berdua. Akhirnya aku menabung sedikit demi sedikit dari kerja paruh waktuku. Kerja yang aku sempatkan di sela-sela waktu mengerjakan tesisku.

“Gimana jadinya ya, Mas?”

Tidak tahu. Sungguh aku pun tidak tahu. Aku tidak berharap hal ini terjadi, sehingga rencana kami jauh-jauh hari akan berantakan.

Kemarin sore aku baru dapat e-mail dari dosenku, bahwa giliranku praktikum wajib adalah di hari keberangkatan kami. Aku sudah berusaha menghubungi teman-temanku untuk bertukar giliran karena tiket dan akomodasi sudah di tangan sejak jauh-jauh hari. Namun, temanku tidak ada satu pun yang membalas. Membaca pesanku pun enggan. Aku paham, karena minggu ini memang minggu liburan, semua orang sudah memiliki agenda masing-masing.

Minggu ini kesempatan terakhir untuk kami pergi. Karena minggu depan kami pasti ditolak oleh maskapai. Istriku sudah hamil besar dan peraturan sangat ketat untuk mengizinkan wanita hamil bepergian. Ini adalah anak pertamaku dan setelahnya kami pasti akan lebih fokus merawatnya. Uang hasil kerja paruh waktuku akan ditabung untuk kebutuhannya.

Namun praktikum ini wajib untukku. Jika tidak ikut, aku akan mengulang tahun depan. Sedangkan beasiswaku juga berbatas waktu. Aku tidak dapat melanjutkan pendidikan jika aku tidak selesai tepat waktu. Aku tidak punya cukup biaya untuk melanjutkan pendidikan di sini sendiri.

“Maaf ya, Dek.”

Akhirnya kata itu yang bisa aku ucapkan.

Istriku menunduk. Lalu pergi ke dapur untuk mencuci piring.

Aku tahu dia kecewa. Sangat kecewa. Dan aku tidak bisa memaksanya untuk segera menerima lapang keputusanku. Isakannya yang terdengar dari dapur terasa jauh menyakitkan dibandingkan kehilangan uang tiket dan akomodasi seharga tiga bulan biaya makan kami.

Semoga Allah melapangkan kami dari segala yang kami tidak ketahui tentangnya dan memberikan pengganti jauh lebih baik.

© Amatullah | 13 Maret 2023

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *