Writing

Melewatkan Kesempatan

Sumber: Unsplash

Saat kamu datang menyampaikan tujuanmu, aku sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja. Apa yang aku rencanakan baru berantakan dan aku sedang kembali menata satu per satu rencana hidupku.

Aku belum mengenalmu. Tiga tahun kita berada dalam satu gedung, kita tidak pernah sekalipun sekedar bertatap muka. Bahkan aku tidak tau bahwa kamu ada.

Tentu hal ini membuatku ragu.

Apa yang kamu lihat dariku?

Mengapa kamu memilihku menjadi bagian dari tujuanmu?

Kamu memberiku tawaran untuk melakukan perjalanan bersama. Bahwa di depan sana tentu tidak akan mudah. Banyak teka-teki di sana yang kita harus pecahkan. Berdua.

Apakah aku akan siap?

Dalam perenunganku, tiba-tiba datanglah tawaran lain. Tawaran yang cukup aku idamkan saat itu, begitu sangat menjanjikan. Tawaran yang jauh lebih baik dari rencana awalku. Kesempatan itu diberikan kepadaku dengan mudah, seakan seperti menjentikkan tangan aku bisa mengambilnya. Berkas-berkas pun sudah siap dalam genggaman tangan.

Tiba-tiba ibuku bertanya,

“Kamu yakin mau ambil itu? Bagaimana dengan seseorang di sana yang sedang menunggumu?”

Aku terdiam. Aku mulai bertanya kepada diriku.

Apa yang sebenarnya aku inginkan?

Apa tujuan hidupku sesungguhnya?

Bagaimana jika aku memilih tawaran itu, aku tidak baik-baik saja?

Atau bagaimana jika sebaliknya, apakah aku akan menyesal tidak mengambilnya?

Hingga dalam satu titik pertimbangan, aku melewatkan tawaran itu. Aku memilih menerima perjalanan denganmu.

Aku tau hal itu tidak semudah yang aku bayangkan. Akan banyak hal-hal rumit yang akan terjadi. Bisa jadi akan lebih rumit dari tawaran yang aku lewatkan.

Aku berdoa semoga Allah menolong kita. Kasih sayang Allah begitu luas dan Rabb tidak akan meninggalkan kita sendirian. Aku yakin dengan janji Allah tersebut.

Aku berharap, pilihanku kali ini tidak salah.

© Amatullah | 16 Maret 2023

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *