Writing

Salah Fokus

Sumber: Unsplash

Orang bilang jadi ibu itu harus pintar, agar anaknya cerdas dan berpendidikan. Orang juga bilang jadi ibu harus penuh kasih dan kelembutan, agar anak dekat dan betah di rumah. Ada juga yang bilang, bahwa ibu itu harus bisa melakukan segalanya mulai dari memasak hingga merawat benda di rumah.

Semua premis itu membuat kecemasanku berlipat, sejak mengetahui ada tanda kehidupan lain di dalam diriku. Malam-malam panjang aku habiskan dengan berbagai pengetahuan hingga sedikit sekali waktu untuk tidur. Siang hari pun tak lepas diri ini untuk sekedar mengistirahatkan otak, karena merasa harus berpacu dengan waktu.

Hingga hari itu tiba, hari saat kamu datang dengan segala kelebihan juga kekuranganmu.

Bahagia, takut, cemas, semua menjadi satu. Aku semakin larut dalam pikiranku bahwa aku harus menjadi terbaik dari semua yang baik. Aku harus menjadi nomor satu untukmu. Aku semakin yakin, bahwa belajar itu satu-satunya jalan agar aku bisa mengasuhmu dengan benar di perantauan yang jauh dari tanah air.

Namun, satu hal yang aku lupa, bahwa kamu hanyalah titipan bagiku. Kamu berada dalam kuasa Penciptamu.

Aku yang semakin terlarut dalam segala usaha mulai bertanya-tanya, mengapa kamu tidak sesuai ekspektasiku? Mengapa kamu tidak seperti teori yang aku baca? Mengapa begitu banyak keresahan yang semakin kurasakan daripada ketenangan melihatmu tumbuh?

Aku pun berlari ke sana ke mari, berpijak dari satu batu ke batu lain, hanya untuk mencari jawaban dan membenarkan, bahwa semua selain diriku salah. Aku yang paling benar. Aku sudah berusaha, seharusnya apa yang kuusahakan sesuai ekspektasiku. Seharusnya kamu pun begitu. Bukankah kalau aku melakukan A, harusnya hasilnya B, seperti rumus fisika yang aku pelajari beberapa tahun lalu?

Keresahan yang terjadi berujung keputusasaan tanpa tepi. Rasanya hilang arah, gelap, hingga tak tau kapan lorong ini berakhir.

Hingga Allah al-Hadi Yang Maha Baik memberiku petunjuk. Selama ini akulah yang arogan, aku yang terlena dengan segala keilmuanku. Padahal tidak ada kesombongan sebiji sawi pun yang akan lolos dari hisab-Nya. Usahaku tidak akan berbuah apa-apa tanpa seizin-Nya. Kemudahan yang aku dapatkan, itu karena kasih sayang-Nya.

Aku bukanlah apa-apa, aku hanya hamba Allah yang butuh sekali pertolongan-Nya. Hatimu berada dalam genggaman jari-jari-Nya.

Kesadaran pahit yang harus aku telan, rasakan, dan cerna pelan-pelan.

Ternyata kamu hanya butuh ibu yang berserah diri kepada Rabb atas segala tentangmu. Kamu hanya butuh ibu yang tulus mau berdiri sejajar menatap matamu lalu bercerita hal-hal indah hingga takjub bersama dengan segala kebesaran Rabb kita. Kamu hanya butuh ibu yang mensyukuri setiap nikmat kecil dari Allah di rumah kita. Kamu hanya perlu ibu yang bisa memaafkan dirinya ketika terjatuh dan kembali berjalan bersamamu.

Kamu tidak perlu ibu yang sibuk dengan kekhawatiran. Kamu tidak perlu ibu hebat mengetahui segalanya. Kamu tidak perlu ibu yang bisa melakukan semua hal, karena pasti tidak akan mungkin itu terjadi.

Untuk itu, aku memilih untuk berhenti dari kecemasan dan memperbaiki fokusku. Aku berusaha jujur kepada Rabb kita bahwa aku sangat butuh pertolongan untuk berjalan bersama denganmu. Semoga waktuku cukup untuk hal-hal yang lebih pantas aku perjuangkan dibandingkan kekhawatiran yang aku pertahankan.

Semoga kali ini, Allah memberikan kemudahan untuk kita.

© Amatullah | 6 Maret 2023

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *