For Me Before You, Jurnal Diri

Nasihat Media Sosial

Sumber: Unsplash

Wah, ternyata saya lama sekali tidak mengunjungi blog ini. Ibarat rumah, blog ini sudah berdebu dan banyak sarang laba-laba. Mungkin sebagian fitur ada yang sudah aus, atau bahkan ada yang termakan rayap. Sudah hampir satu tahun sejak saya mengintip rumah online saya ini. Kangen, tentu saja. Banyak sekali hal yang ingin saya tuliskan di sini, namun ternyata baru hari ini saya mendapatkan keluangan waktu, hehe.

Hari ini jam 21.14 CET. Anak-anak sudah tidur, namun hari masih begitu terang, bahkan matahari belum terbenam, karena sedang musim semi. Pergantian musim tahun ini qadarullah kami terkena alergi serbuk bunga. Ini sebuah pengalaman baru untuk kami setelah beberapa tahun lamanya tinggal di benua Eropa. Rasanya nggak nyaman ternyata. Kepala berat, batuk, ingus yang meler tiada henti. Seperti flu tapi berkepanjangan dan seakan tiada akhir. Nggak apa-apa, in syaa Allah berusaha diterima dan dinikmati, hehe. Semoga menjadi ladang penggugur dosa yang selama ini sudah bertumpuk tinggi.

Oh iya, setahun belakangan ini banyak sekali hal terjadi. Mulai dari perubahan anggota keluarga, mindset, tujuan yang ingin dicapai, ritme, hingga kejadian besar seperti penyakit yang akhirnya memberikan kami kesadaran belajar pola hidup sehat. Ini hal yang besar dan baru. Rasa-rasanya dulu saya skeptis tentang topik ini, namun semakin ke sini ternyata topik ini semakin relate dengan kehidupan saya sebagai ibu. Yah memang betul ya, manusia itu dinamis, mudah berubah. Hal yang dulu dihindari sekarang malah digandrungi. Begitu pula sebaliknya, hal yang dulu disukai bisa juga berubah menjadi sangat dibenci.

Jadi melebar ke mana-mana ya, hehe. Untuk pemanasan setelah vakum menulis setahun ini sebenarnya saya ingin menuliskan dua skrip video pendek ceramah dari masyaikh yang saya lihat sore tadi. Saat menontonnya saya merasa jleb banget, jadi saya ingin menyimpan arsip video serta skripnya di blog sebagai pengingat pribadi. Kenapa skrip? Karena saya sering merasa kesulitan mengikuti pembahasan yang sangat cepat melalui video, jadi saya perlu menuliskan ulang agar lebih mudah saya pahami. Selain itu untuk menghindari kehilangan sumber video jika sewaktu-waktu video di-take down. Sumber kedua nasihat ini dari channel YouTube Shahih Fiqih. Semoga dapat diambil manfaatnya.

1. Pengaruh Media Sosial terhadap Kesehatan Hati oleh Syaikh Shalih bin Abdillah bin Hamad al-Ushaimi hafizhahullah

Sumber: YouTube Shahih Fiqih

Al-Ashfahany berkata, “Pengaruh teman itu tidak hanya saat berinteraksi dengannya, bahkan cukup dengan pandangan.”

Maksudnya, seseorang bisa saja terpengaruh dengan orang lain, hanya dengan melihatnya.
Jika seseorang biasa memandangi orang-orang pemalas, ia pun akan jadi pemalas.
Tapi jika ia menjaga matanya, maka hatinya tidak akan terpengaruh dengan orang lain.
Makanya, jika kamu perhatikan “ibadah jaga pandangan” yang diamalkan oleh para salaf, kamu akan memahami pentingnya masalah ini.

Sering-sering melihat hal yang tidak bermanfaat akan menyebabkan rusaknya hati.
Seperti menonton orang-orang yang tidak tahu malu, buruk pamornya, dan orang-orang yang bertingkah bodoh.
Tontonan tersebut akan melekat di dalam hati.
Ini musibah yang sedang menimpa manusia sekarang ini, tidak terkecuali para penuntut ilmu.

Musibah yang menyebar di media-media sosial ini, banyak tersebar di media sosial konten orang yang kurang rasa malunya, orang yang pamornya buruk, dan orang yang bertingkah bodoh.
Jika seseorang melihat konten tersebut dari waktu ke waktu, maka penyakit itu akan masuk ke dalam jiwanya.
Sampai ia menganggap apa yang ditonton itu adalah hal yang biasa.
Lalu pada akhirnya, bisa jadi ia akan melakukan hal yang sama.

Tapi orang yang menjaga matanya, berarti ia telah menjaga hatinya.
Matanya tidak akan menjadi pintu masuk keburukan ke dalam hatinya.
Dan siapa yang membuka pintu ini, maka keburukan tadi akan perlahan masuk dan menguasai hatinya.

Oleh karena itu, sekarang ada istilah “membuat terkenal orang-orang bodoh”.
Mereka menjadi terkenal, karena “orang-orang pintar” membiarkan matanya menonton mereka.
Mereka mem-follow orang-orang bodoh, sehingga mereka pun menjadi terkenal.
Setiap orang yang mem-follow-nya adalah pengikutnya orang bodoh.

Sedangkan orang yang ingin menjaga dirinya, ia tidak ingin mem-follow dan memperbanyak orang-orang bodoh tadi.
Ia akan menjaga dirinya, hatinya, akalnya, anaknya, dan istrinya agar jangan sampai mengikuti mereka.
Agar perilaku orang-orang bodoh yang diikuti orang-orang itu tidak menular.
Menular kepada dirinya sendiri ataupun kepada keluarganya, padahal ia sendiri yang pertama kali membuka pintu keburukan itu.

Tapi, jika ia menjaga dan mengawasi keluarganya, ia jelaskan kalau orang-orang itu melakukan hal yang tidak pantas.
Walaupun konten tersebut membuat orang tertawa, tapi tetap tidak boleh mem-follow-nya.
Agar jangan sampai keburukan yang dilihat oleh mata masuk ke dalam hati dan merusaknya.

Syaikh Shalih bin Abdillah bin Hamad al-Ushaimi hafizhahullah

2. Untuk Orang Tua yang Suka Share Foto Anak oleh Syaikh Sulayman bin Salimullah ar-Ruhaily hafizhahullah

Sumber: YouTube Shahih Fiqih

Salah satu bentuk kebodohan adalah engkau dandani anakmu sedemikian rupa lalu memfotonya, lalu engkau sebar foto tersebut ke orang-orang.
Terkadang orang tua memfoto anaknya dengan pose yang menampakkan kehebatan dan kelebihan anaknya. Lalu menyebarkannya.
Perbuatan ini akan membahayakan anaknya. Kita sudah jelaskan bahwa penyakit ‘ain itu benar-benar ada.

Ada juga orang tua yang memfoto anaknya dengan pose yang memalukan, kemudian ia sebar ke orang-orang agar mereka tertawa.
Ini termasuk khianat terhadap amanah seorang anak! Ia masih dalam keadaan lemah di pangkuanmu!
Apakah engkau rela difoto dalam keadaan seperti itu, kemudian fotomu disebar agar orang-orang tertawa?

Ada juga orang tua yang mencari uang dengan cara ini.
Satu juta penonton menghasilkan uang sekian. Tapi mengorbankan anak yang masih lemah ini!
Fotonya dijadikan bahan lelucon orang-orang.
Bisa jadi ketika dewasa, ia menemukan fotonya tersebut tersebar.
Kezaliman di atas kezaliman.

Wasiatku teruntuk kaum muslimin, sibukkanlah diri dengan yang bermanfaat.
Sibukkan dengan amalan yang bisa meninggikan derajatnya di dunia dan di akhirat.
Dan jauhilah perkara-perkara yang tidak berguna.

Syaikh Sulayman bin Salimullah ar-Ruhaily hafizhahullah

Nasihat ini benar-benar menampar saya yang akhir-akhir ini sulit lepas dari media sosial. Memang berat ya, tinggal di zaman yang saat ini media sosial adalah segalanya. Betul, kita tidak dapat lepas darinya, kita harus hidup berdampingan dengannya. Namun filter yang kuat dan mengalahkan hawa nafsu perlu dilakukan benar-benar. Tidak mudah, tapi jangan sampai berputus asa. Karena dalam perjalanan hidup, kita tidak akan pernah menjadi sempurna, kita hanya berusaha menuju ke sana.

Kedua nasihat ini bukan untuk judge teman-teman yang mungkin masih ada uzur melakukannya. Nasihat ini murni untuk saya pribadi karena saya merasakan sendiri efek dari media sosial. Waktu seakan cepat sekali habis, padahal rasanya baru saja scroll sedikit. Banyak pekerjaan saya yang terhambat karena saya memilih berselancar di media sosial. Saya juga tidak mindful dan sering tidak sabar membersamai anak-anak. Saya merasa tidak hadir di kehidupan saya sendiri. Saya ingin sekali berhenti atau minimal mengurangi intensitas saya dalam berselancar di dunia maya. Semoga dengan nasihat ini, Allah memberikan kemudahan untuk saya untuk lebih melakukan hal-hal bermanfaat dan wajib dibandingkan memuaskan dopamin saya terhadap media sosial.

Kalau kata seorang guru saya hafizhahallah, seperti halnya masuk ke dalam pasar, seharusnya setiap kita melihat media sosial kita perlu banyak-banyak berdoa. Di media sosial tidak hanya ada pasar yang melalaikan, namun juga media ghibah atau bahkan membongkar aib saudara sesamanya. Hal ini benar-benar mengkhawatirkan. Semoga Allah menjaga kita selalu, saling mendoakan ya.

Nas-alullaha as-salamah wal afiyah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *