For Me Before You, Jurnal Diri

Kontemplasi dari Bumi Seberang

Sumber: Unsplash

Bismillahirrahmanirrahim.

Beberapa waktu ini merupakan kondisi gelap bagi kaum Muslimin seluruh dunia. Di belahan dunia sana, ada saudara kita yang ditimpa musibah bertubi-tubi. Di bumi Syam, tanah yang diberkahi, tempat berdirinya kiblat pertama di Bumi. Ya, di Palestina.

Bom-bom dijatuhkan pada mereka bahkan hingga ke warga sipil. Rumah sakit yang harusnya jadi tempat naungan aman, berhasil mereka obrak-abrik dengan ganasnya. Camp pengungsian yang dijanjikan sebagai tempat berlindung, tetap mereka bombardir tanpa ampun. Sekolah tempat benih-benih peradaban, tak luput dari kebuasan mereka. Ya Allah…

Tapi takjubnya, tayangan-tayangan yang ada di media sosial, khususnya di Instagram, sungguh di luar nalar manusia pada umumnya. Di tengah kehilangan harta benda, keluarga tersayang, kesakitan fisik, mental, emosi, mereka mengatakan,

“Alhamdulillah, segala puji bagi Allah!”

Malu, sungguh sangat malu. Di sini saya terasa sangat tertampar. Iman saya tidak ada seujung kuku mereka. Ujung kuku yang mudah terlepas saat digunting. Di tengah kehilangan mereka bisa memuji Allah dengan seagung-agungnya. Apa kabar saya yang masih bisa bernaung di rumah yang nyaman dan melihat anak-anak berlarian dengan ceria? Apakah tidak malu?

Sedih sekali, rasanya sekarang related dengan hadits Nabi shallallahu’alayhi wa sallam tentang buih di lautan.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

«يُوشِكُ الأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا». فَقَالَ قَائِلٌ: وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ؟ قَالَ: «بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ. وَلَيَنْزِعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمُ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِى قُلُوبِكُمُ الْوَهَنَ ». فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهَنُ قَالَ « حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ ».

Akan datang suatu masa di mana musuh-musuh (bersatu-padu dan) berlomba-lomba untuk memerangi kalian. Sebagaimana berebutnya orang-orang yang sedang menyantap makanan di atas nampan”. Salah seorang sahabat bertanya, “Apakah karena saat itu jumlah kami sedikit?”. Beliau menjawab, “Justru saat itu kalian banyak, namun kalian bagaikan buih di lautan. Allah akan membuang rasa takut mereka kepada kalian, dan akan memasukkan wahn di dalam hati kalian.

Apakah wahn itu wahai Rasul?” tanya salah satu sahabat.

Beliau menjawab, “Cinta dunia dan benci kematian”.

HR. Imam Abu Dawud dari Tsauban, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani

Ternyata saya sendiri yang buih! Huhuhu.

Padahal telah nyata dalam Al-Quran, Allah Ta’ala telah memberikan panduan untuk kita.

وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَىْءٍۢ مِّنَ ٱلْخَوْفِ وَٱلْجُوعِ وَنَقْصٍۢ مِّنَ ٱلْأَمْوَٰلِ وَٱلْأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٰتِ ۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّـٰبِرِينَ (١٥٥) ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَـٰبَتْهُم مُّصِيبَةٌۭ قَالُوٓا۟ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيْهِ رَٰجِعُونَ (١٥٦)

(155) Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.
(156) (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”.

qs al-baqarah : 155-156

Kita dipandu untuk begitu. Kita harusnya seperti itu.

Saat ditimpa ujian maka bilang istirja’. Karena semua milik Allah dan akan kembali ke Allah. Innalillahi wa inna ilayhi raji’un.

Ya Allah ampuni kami…

Masalah-masalah anak dalam keseharian seperti gerakan tutup mulut, sakit, kenaikan berat badan rasanya nggak ada apa-apanya dibandingkan mereka.

Bagaimana mau memikirkan berat badan sedangkan makanan untuk esok saja belum tentu ada?

Bagaimana bisa memikirkan makanan UPF sedangkan banyak dari mereka adalah bayi-bayi yang ditinggal ibunya syahid sehingga bergantung susu formula?

Tapi sungguh Maha Besar Allah, mereka tumbuh dengan kuat, melebihi sebab akibat nutrisi dan stimulasi yang saya khawatirkan kepada anak saya sendiri. Itulah kekuatan iman, yang saya sendiri minim memilikinya. Hiks.

Maka benarlah hal pertama yang diperbaiki untuk menjadi pejuang sejati bukan kekuatan fisik, bukan pula ketegaran jiwa, namun iman. Iman adalah inti dari segala inti kehidupan. Kekuatan fisik, ketegaran jiwa, kekokohan mental itu semua adalah buah dari pancaran iman.

Dengan beriman, maka seorang hamba akan mengetahui bahwa Allah menyukai muslim yang kuat dibandingkan muslim yang lemah. Darinya akan melahirkan amal shalih berupa ikhtiar menggunakan rezeki untuk memberikan nutrisi dengan baik kepada keluarga. Rezeki berapapun, itulah milik kita, itulah Allah yang beri. Itu sudah sebaik-baik porsi untuk kita.

Dengan beriman, maka melahirkan kesempurnaan dalam melakukan sesuatu, atau disebut ihsan. Pekerjaan dan amanah yang diemban, akan dikerjakan dengan proses terbaik semaksimal mungkin. Karena Allah menyempurnakan pahala orang yang bersungguh-sungguh.

Dengan beriman, maka kita yakin kekuasaan adalah milik Allah. Allah yang memberikan kekuasaan dan kepemimpinan kepada orang yang layak menurut-Nya, bukan kepada siapa yang kuat. Lalu bagaimana terlahir pemimpin yang layak jika makmumnya sendiri masih begajulan? Pemimpin adalah cerminan rakyatnya, maka kita akan berusaha melayakkan diri dan keluarga agar nanti terlahir pemimpin yang adil.

Banyak sekali amalan cerminan iman. Sungguh benar Islam adalah rahmatan lil’alamin. Semua lini kehidupan itu Allah sudah mengaturnya. Dan aturan tersebut pondasinya adalah iman yang kokoh. Sebenar-benarnya pemeluk Islam pasti akan beradab dan berakhlak baik, mampu beradaptasi dan survive, mampu berkolaborasi dengan orang lain, memiliki kapasitas terbaik untuk menjalankan perannya. Dan itulah hal-hal duniawi yang “diminta” oleh perkembangan zaman. Semua ternyata berangkat dari iman.

Maka pendidikan rumah paling utama adalah iman, iman, iman. Agama dan dunia tidak akan terpisahkan. Agama adalah way of life, untuk dihayati, tertanam dalam sanubari menjadi akhlak, dan dilahirkan menjadi perbuatan dan lisan.

Apalah arti dunia yang gemerlapan. Ia lebih buruk dari seekor nyamuk sekalipun.

Ya Allah tolong kami…

From the river to the sea, Palestine will be free!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *