Parenting, Perkembangan Anak, The Believer A1

Menyusui hingga Menyapih A1

Sumber: Unsplash

Alhamdulillaah atas izin dan kemudahan dari Allah Ta’ala, saya dapat memberikan salah satu hak anak pada A1, yaitu menyusui secara langsung hingga dua tahun hijriyah. Saya termasuk sangat keras kepala saat itu dan berusaha untuk menyusui apapun yang terjadi. Sejak hamil, saya berusaha ikhtiar untuk belajar tentang ASI dan menyusui di kelas online yang saya temui di Instagram. Saat itu kelas online umum yang menggunakan media Zoom dari Indonesia masih asing, jadi saat menemukan kelas menyusui online sangat bahagia dan bersyukur banget. Kelas online saat itu yang saya ikuti adalah Kelas Menyusui Online oleh Teh Zahra Khayra, salah satu konselor menyusui di Indonesia.

Meskipun begitu, ternyata menyusui memang tidak semudah yang dibayangkan. Banyak sekali drama-drama terjadi baik dari awal menyusui hingga akhir menyusui. Dan ini tidak pernah diberitahukan sama sekali oleh orang-orang terdekat saya. Meskipun saya sudah pernah ikut kelas dan oleh Teh Zahra dijelaskan rambu-rambu kira-kira bakal gimana nanti kehidupan saya saat baru melahirkan dan menyusui, tetap saja saya masih kaget dan panik. Melahirkan ternyata benar-benar life changing. Saya merasa tanpa bantuan dari Allah Ta’ala, saya tidak bisa bertahan hingga saat ini.

Contoh drama-drama yang terjadi yaitu pernah mengalami “pemerahan” ASI secara paksa oleh tamu yang mengunjungi saya di rumah sakit lalu berakibat nyeri berkepanjangan, lecet, milk blister, digigit bayi, pegel menyusui miring, capek menyusui duduk, gumoh anak yang banyak banget sampai malam-malam ganti sprei, baju basah kena ASI merembes dan jadi bau, menyusui tanpa henti karena growth spurt (percepatan pertumbuhan), dan sebagainya. Memang benar bahwa berilmu itu sebelum beramal, hendaknya belajar dulu sebelum melakukan sesuatu baik itu masalah dunia apalagi masalah akhirat. Biidznillaah dengan perantara ilmu saya tidak tersesat dan yakin atas keputusan yang saya ambil, yaitu menyusui hingga dua tahun hijriyah lamanya.

Eh, sebentar, kok dua tahun hijriyah? Bukannya berarti itu umur anak sekitar 23 bulan 2 minggu?

Iya, benar. Saya memilih menyelesaikan masa persusuan ini dua tahun hijriyah karena saya mengimani perintah Allah Ta’ala yang terkandung dalam al-Qur’an di Surat al-Baqarah ayat 233.

وَٱلْوَٰلِدَٰتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَٰدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ ٱلرَّضَاعَةَ ۚ وَعَلَى ٱلْمَوْلُودِ لَهُۥ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَآرَّ وَٰلِدَةٌۢ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَّهُۥ بِوَلَدِهِۦ ۚ وَعَلَى ٱلْوَارِثِ مِثْلُ ذَٰلِكَ ۗ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَن تَرَاضٍ مِّنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا ۗ وَإِنْ أَرَدتُّمْ أَن تَسْتَرْضِعُوٓا۟ أَوْلَٰدَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُم مَّآ ءَاتَيْتُم بِٱلْمَعْرُوفِ ۗ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.

q.s. al-baqarah : 233

Islam memakai sistem waktu yaitu hijriyah dalam semua aspek pelaksanaan ibadah seperti puasa dan hari raya. Setelah saya cari ilmu, yang dimaksud dalam ayat ini juga merupakan sistem penanggalan hijriyah, bukan masehi. Sehingga saya memakai patokan dua tahun itu adalah tahun hijriyah, sama seperti pelaksanaan ibadah lainnya.

Alhamdulillaah atas izin Allah Ta’ala saya tidak memiliki udzur syar’i dan medis untuk menghentikan penyusuan hingga dua tahun hijriyah lamanya, misalnya seperti kesehatan dan kehamilan. Jadi bismillaah, saya dan suami sepakat untuk saling support dalam hal ini.

Tidak terasa sudah hampir sebulan sebelum deadline dua tahun hijriyah. Saya bersiap untuk melakukan penyapihan. Setelah saya mencari informasi dari beberapa ahli, saya memutuskan untuk memberikan sounding ke A1 dua minggu sebelum deadline, selain agar ibu tidak merasa terbebani, anak juga tidak perlu cemas berkepanjangan karena anak belum memiliki kemampuan mengira konsep waktu. Kalau kita bilang, “Sebulan lagi udah nggak nenen lagi ya,” anak akan cemas dan tambah clingy karena merasa akan berpisah besok banget. Akhirnya frekuensi anak menyusui tambah banyak, sedikit-sedikit minta nenen. Sakit dikit mau nenen, lapar dikit mau nenen. Ini karena anak stres dan takut berpisah. Jadi lebih baik diberi tahu beberapa hari menjelang deadline saja.

Ternyata qadarullaah dalam prakteknya saya memberitahu A1 di 1 minggu menjelang sapih, lebih tepatnya intens di 3 hari menjelang sapih. Tidak lagi di 2 minggu sebelumnya karena saya benar-benar lupa dan juga malas. Haha, alasan yang kurang masuk akal sih. Tapi ya begitulah kenyataannya. Saat memberitahu A1, saya beri kalender dan memberitahunya,

“Sekarang tanggal ini, nah nanti di tanggal sekian (sambil tunjuk tanggalnya), kamu sudah dua tahun hijriyah. Kita nggak ada nenen lagi ya karena perintah Allah.”

Dengan media kalender ini diharapkan anak lebih ngerti karena konkret. Anak lebih mudah mengira-ngira kapan dia harus bersiap. Juga disertakan dalil agar anak terbiasa terkunci hatinya dengan dalil, juga salah satu tahap belajar awal untuk patuh pada perintah Allah Ta’ala.

Alhamdulillaah ternyata dari hasil sleep training, A1 sebenarnya sudah lebih siap untuk lepas nenen. A1 sudah terbiasa untuk tidak tidur sambil nenen, jadi A1 akan menyusu dulu hingga puas, dan dalam keadaan sadar langsung saya letakkan di kasur, saya temani, dan akhirnya tertidur. Ini merupakan kemudahan dari Allah Ta’ala untuk penyapihannya, meskipun dulu drama sleep training ini minta ampun. Saya akan menceritakannya di post terpisah.

Selain itu sejak umur 13 bulan, A1 sudah mulai saya kurangi frekuensi menyusunya. Ini karena atas saran dari dokter anak, melihat A1 berat badannya kurang optimal dan frekuensi nenen termasuk banyak. Di umur 13 bulan, A1 juga sudah makan makanan seperti orang dewasa lainnya, dan nutrisi ASI dari penelitian juga hanya memenuhi 30% dari kebutuhannya. Jadi lebih baik fokusin ke perbaikan pola makan dengan mengurangi menyusui. Hal ini tentu tidak mudah karena dengan mengurangi frekuensi menyusui, saya juga harus memberikan alternatif solusi pada A1 jika dia minta nenen. Misalnya, saat emosi negatifnya sedang tinggi, saya harus effort elus-elus, pukpuk, gendong, dan semacamnya agar A1 tenang. Bukan dengan langsung menyusuinya. Anak yang emosi negatif sedang tinggi pasti akan cari kenyamanan dan yang selama ini dia tahu, kenyamanan berasal dari nenen. Sekarang saya harus mengalihkan agar nggak cari nenen dulu. Nenen adalah jalan terakhir jika dia benar-benar nggak bisa tenang setelah pakai cara lainnya.

Hari H lepas nenen pun tiba. Siang hari, saat sesi terakhir menyusui, saya benar-benar mellow dan memberikan banyak doa, nasehat, juga afirmasi positif ke A1. Saya bersyukur telah sampai ke tahap ini, dengan segala dramanya. Saya juga bilang ke A1 bahwa rasa sayang saya padanya tidak akan berkurang meskipun telah selesai menyusui. Saya dan dia akan punya banyak waktu selain menyusui dan itu sama-sama dekat. Saya dan dia bersama-sama berjuang untuk taat pada Allah meskipun itu hal berat dan tidak disukai, juga akan saling menguatkan satu sama lain.

Malam harinya, saya minta bantuan suami untuk masuk kamar dan jaga-jaga jika saya tidak kuat untuk mengakhirinya. Dan benar sekali, A1 tantrum dan ngamuk parah saat bed time routine dia bagian nenen dihapus. Suami langsung handle situasi dan menggendong menenangkan A1, memvalidasi perasaannya, dan mencoba memberikan pengertian. Lama sekali rasanya A1 nangis tantrum di gendongan suami, hingga akhirnya suami bilang,

“Nak, kamu sudah dua tahun, nggak nenen lagi ya. Sama kayak Ayah. Ayah nggak nenen juga kok ke Nenek.”

A1 terdiam dan responnya sangat mengejutkan dan kocak,

“Ibu?”
“Sama, Ibu juga nggak nenen ke Eyang Putri.”
“Nenek?”
“Sama, Nenek juga nggak nenen ke Mbah Buyut.”

Dan seterusnya, semua anggota keluarga dia absen satu-satu, dari nenek, kakek, mbah buyut, eyang putri, eyang kakung, tante, pakdhe, budhe, dan semua yang dikenal A1. Haha maa syaa Allah. Setelah puas absen, barulah dia tenang dan mau tidur di kasurnya sendiri. Alhamdulillaah.

Proses tantrum terjadi selama tiga hari. Di tiga hari inilah suami memang berperan besar, karena jika tidak di-support, saya juga luluh dengan tantrumnya A1. Apalagi dia dulu belum memiliki emosi yang sangat jelas, masih proses mengenalkan emosi, seperti yang pernah saya ceritakan di post Roller Coaster Bahasa A1. Jadi saya merasa sangat patah hati melihat A1 ngamuk hebat.

Setelah tiga hari lamanya, alhamdulillaah A1 sudah berkurang tantrum hebatnya. Hanya memperlihatkan ekspresi sedih dan absen satu-satu seperti dialog sebelumnya. Beberapa hari selanjutnya A1 mulai terbiasa dan akhirnya selesailah drama penyapihan ini. Alhamdulillah alladzii bini’matihi tatimmush shalihaat.

Dari menyapih ini saya belajar, bahwa menyusui ini ternyata ada peran besar seorang ayah dalam pelaksanaannya. Mulai dari awal menyusui hingga akhir menyusui, ayah adalah sosok yang memiliki tanggung jawab besar. Tanpa campur tangannya, akan jauh lebih sulit untuk ibu melakukan kewajibannya. Seorang ayah benar-benar menjadi kepala sekolah pendidikan anaknya dan ibu sebagai guru atau pelaksana pendidikan.

Semoga dengan catatan ini sebagai pengingat perjalanan saya, menambah ketauhidan saya terhadap Allah Ta’ala, karena tanpa izin dan kemudahan dariNya, saya tidak dapat menyelesaikan amanah khusus yang tertuang di al-Qur’an.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *